Renungan Harian

Renungan Harian 08 Oktober 2025

Bacaan Liturgis – Pekan Biasa XXVII, Rabu, 08 Oktober 2025

  • Bacaan Pertama: Nubuat Yunus 4:1-11

  • Mazmur Tanggapan: Engkaulah Allah, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia.

  • Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 86:3-6.9-10

  • Bait Pengantar Injil: Alleluya. Kalian akan menerima Roh pengangkatan menjadi anak; dalam Roh itu akan berseru, ”Abba, ya Bapa.”. Alleluya.

  • Bacaan Injil: Lukas 11:1-4

Membangun Relasi yang Serius dengan Tuhan

Ada sebuah lagu rohani yang mengatakan ungkapan ini, “Allah itu sejauh doa”. Kata-kata ini ada benarnya. Memang relasi seseorang dengan Tuhan dapat dilihat dari cara seseorang dalam memanjatkan doanya kepada Tuhan. Suasana batinnya, pilihan-pilihan kata dan keyakinannya akan doa yang dia panjatkan kepada Tuhan dapat menjadi indikasi dan gambaran akan situasi relasi seseorang dengan Tuhan. Maka betapa doa adalah sesuatu yang prinsipil dan mendasar dalam hidup kristiani kita.

Bagi orang beriman yang percaya kepada Tuhan, doa adalah sarana baginya untuk menjalin relasi dan menyampaikan segala dinamika hidupnya kepada Tuhan. Mempersilahkan Tuhan intervensi (campur tangan) terhadap hidupnya. Maka doa adalah salah satu ungkapan ketergantungan manusia kepada Tuhan dan berusaha hendak menemukan jawaban Tuhan atas segala persoalan-persoalan orang beriman di dalam hidupnya.

Akan tetapi doa tidak bisa direduksi (dikurangi maknanya) hanya sebatas litani permintaan, harapan dan keinginan-keinginan untuk semua kepentingan hidup kita di dunia ini. Kalau itu terjadi maka kita memiliki iman yang tidak terlalu mendalam karena hanya menjalalin relasi dengan Tuhan sejauh kita perlu sesuatu untuk dimohonkan. Doa harus menjadi kesetiaan kita untuk membangun kesesuaian hati kita dengan Tuhan, sehingga hari demi hari, hidup kita selaras dan sefrekuensi dengan Tuhan.

Hari ini Yesus mengajarkan kepada kita doa Bapa Kami. Doa ini adalah doa yang paling ideal dan sebagai kerangka dasar kita bagaimana seharusnya berdoa. Di dalam doa yang sejati kita harus mampu terlebih dahulu menangkap dan memahami rencana Allah bagi hidup kita sehingga kita percaya sepenuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi-Nya. Ketika kita sudah sehati dan ‘sefrekuensi’ dengan Allah maka kita dengan sendirinya tidak akan terdorong lagi meminta aneka permohonon kepada Tuhan. Tujuan kita adalah mampu memahami segala hal yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan dalam hidup ini. Itulah buah doa yang sejati.

[RP Yohanes Tinto Tiopano Hasugian, O.Carm]