Renungan Harian

Renungan Harian 01 April 2024

Bacaan Liturgis – Oktaf Paskah, Senin, 01 April 2024

  • Bacaan Pertama: Kisah Para Rasul 2:14.22-32

  • Mazmur Tanggapan: Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung.

  • Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 16:1.3.1-2a.5.7.8.9-10.11

  • Ayat Bait Pengantar Injil: Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita karenanya. Alleluya.

  • Bacaan Injil: Matius 28:8-15

Renungan Singkat : Memeluk Kaki serta Menyembah-Nya

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, hari ini kita memasuki hari kedua dalam Oktaf Paskah. Hari-hari dimana kita akan merenungkan tentang makna Paskah. Bahkan kita tidak hanya merenungkan namun juga mewartakan bahwa “Yesus telah bangkit” seperti dilakukan oleh perempuan-perempuan yang baru pulang dari kubur (Mat 28:8).

Penginjil menulis bahwa ketika para perempuan tersebut berlari cepat-cepat untuk memberitakan tentang Yesus yang bangkit kepada para murid-Nya, tiba-tiba Yesus menjumpai mereka. “Salam bagimu,” kata Yesus yang bangkit kepada para murid-Nya.

“Salam bagimu” adalah dua kata pertama yang diucapkan Yesus sesudah kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Dua kata atau sabda pertama ini juga bisa berarti “Bersukacitalah kalian” (Yunani: Khairete). Salam atau seruan Yesus yang bangkit ini ditujukan pertama-tama bukan kepada Rasul Petrus atau kepada para murid-Nya yang lain, tetapi kepada para perempuan.

Mendengar salam itu, mereka ternyata tidak kaget atau terkejut. Malahan, “mereka mendekati-Nya, memeluk kaki-Nya dan menyembah-Nya” (ay. 9). Ada tiga tindakan beruntun yang mereka lakukan. Pelukan pada kaki Yesus dan penyembahan atau sembah sujud kepada-Nya menjadi ungkapan cinta mereka kepada Yesus.

Memeluk kaki Yesus bisa menjadi ungkapan solidaritas terhadap Yesus yang berada di atas salib, seperti dilakukan oleh “ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, istri Klopas dan Maria Magdalena” (Yoh 19:25). Sedangkan tindakan sembah sujud atau menyembah menjadi ungkapan cinta kepada Yesus yang bangkit, juga ungkapan sukacita mereka karena dapat melihat Yesus lagi.

Tindakan sembah sujud sangat mungkin dilakukan pada zaman ini, khususnya dalam kaitannya dengan salah satu bentuk doa yang disebut doa adorasi di hadapan Sakramen Maha Kudus.

Menurut Paus Fransiskus, adorasi menjadi saat penting dalam rangka menghayati hidup, pekerjaan dan pelayanan. Seperti dikatakan dalam Seruan Apostolik Sukacita Injil, “Tanpa saat-saat adorasi yang panjang, saat-saat perjumpaan dengan Sabda dalam suasana doa, saat-saat percakapan tulus dengan Tuhan, kerja kita dengan mudah menjadi tanpa arti” (No. 262).

Secara tidak langsung Paus Fransiskus hendak menegaskan tentang pentingnya doa adorasi, yang jika dilakukan dengan tulus, penuh kasih dan kerinduan, akan membuat kerja dan pelayanan kita makin berarti atau bermakna.

Paus Yohanes Paulus II bahkan mengatakan dalam Ensiklik tentang Ekaristi dan hubungannya dengan Gereja, “Bagaimana kita tidak merasa kebutuhan baru berwawancara rohani pada keheningan sembah sujud, dalam kehangatan cinta, di depan Kristus, yang hadir dalam Sakramen Maha Kudus? Saudara-saudaraku, betapa seringnya saya mengalami ini, yang dari padanya saya menimba kekuatan, hiburan dan topangan” (No. 25).

Para saudara sekalian, kita perlu belajar dari para perempuan dalam Injil hari ini, juga dari Paus Fransiskus dan Paus Yohanes Paulus II, bagaimana menimba kekuatan baru, hiburan dan topangan melalui doa sembah sujud atau adorasi. “Sembah sujud terhadap Ekaristis di luar Misa adalah harta yang tak ternilai untuk hidup Gereja” (Ibid., No. 25). Maka, Paus Yohanes Paulus yang sudah menjadi orang kudus ini mengingatkan para gembala akan tanggungjawab mereka, katanya, “Menjadi tanggungjawab para gembala, juga lewat kesaksian pribadi, mendorong adorasi Ekaristi dan khususnya eksposisi Sakramen Maha Kudus ini, di samping doa adorasi di depan Kristus yang hadir dalam rupa Ekaristi” (Ibid., No. 25).

Atas sapaan Paus Yohanes Paulus II tersebut, saya juga ingin mendorong umat yang berada di bawah reksa pastoral saya bersama para romo lain, untuk beberapa hal: Pertama, membiasakan diri berdoa adorasi atau sembah sujud di hadapan Yesus yang hadir dalam Sakramen Maha Kudus. Kedua, menciptakan suasana hening, suasana doa di dalam gereja sehingga terbangun apa yang disebut cita rasa doa. Ketiga, kebiasaan ngobrol di dalam gereja, apalagi dengan volume yang keras dan bebas sehingga mengganggu umat lain yang akan atau sedang berdoa harus dihentikan. Keempat, kebiasaan untuk foto di depan altar, dengan berbagai gaya seperti dilakukan oleh para foto model di dalam gereja perlu dievaluasi dan dikoreksi. Kelima, kebiasaan para pertugas liturgi untuk berfoto bersama seusai tugas juga perlu mengindahkan suasana sakral di area altar. 

[RP. A. Ari Pawarto, O.Carm.]