Renungan Harian

Renungan Harian 01 Desember 2023

Bacaan Liturgis – PW Beato Dionisius dan Redemptus, Biarawan dan Martir Indonesia, Jumat, 01 Desember 2023

  • Bacaan Pertama: Nubuat Daniel 7:2-14

  • Mazmur Tanggapan: Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya.

  • Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm T.Daniel 3:75-81

  • Ayat Bait Pengantar Injil: Angkatlah kepalamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat. Alleluya.

  • Bacaan Injil: Lukas 21:29-33

Renungan Singkat : MENGHADIRKAN KASIH KRISTUS

Hari ini, Gereja merayakan peringatan Beato Dionisius dan Redemptus. Mereka adalah dua orang yang mempersembahkan hidup sebagai martir di Aceh, Indonesia. Dionisius lahir 12 Desember 1600 dari Honfleur, Perancis. Nama baptisnya Pierre Berthelot. Ayahnya adalah seorang dokter dan nakoda kapal dan Ibunya yang bernama Fleurie Morin adalah seorang aristokrat Prancis yang harum namanya. Semua adiknya, Franscois, Jean, Andre, Geoffin dan Louis menjadi pelaut seperti ayahnya. Pierre sendiri semenjak usia 12 tahun telah mengikuti ayahnya mengarungi lautan luas. Ketika berusia 19 tahun, menjadi seorang pelaut ulung. Dionisius ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1637 oleh Mgr. Alfonso Mendez. Wafat sebagai Martir di Aceh Indonesia pada tanggal 27 November 1638. Redemptus lahir 15 Maret 1598 dari Paredes, Portugal. Berasal dari keluarga tani yang miskin namun saleh dan taat agama. Orangtuanya memberi nama Tomás Rodrigues da Cunha di Paredes. Semenjak usia muda, ia masuk dinas ketentaraan Portugis dan ditugaskan ke India. Namun pada tahun 1615 Ia mengundurkan diri dari dinas ketentaraan karena ingin menjadi biarawan. Ia menjadi seorang Bruder. Ia pernah berkarya di Goa (India) dan Aceh (Sumatera). Wafat sebagai martir di Aceh bersama Dionisius. Kedua martir ini dibeatifikasi pada 10 Juni 1900 oleh Paus Leo XIII.

Ada ungkapan berbunyi, “darah para martir adalah benih-benih iman Kristiani.” Dimana ada pertumbuhan umat beriman, di sana kita menemukan dedikasi dan pengorbanan para martir meskipun bobot bentuk dan bobot kemartirannya berbeda. Kebenaran ungkapan ini sudah nyata sejak awal mula Gereja. Tidak sedikit umat Kristen yang menjadi martir karena mempertahankan iman akan Yesus Kristus. Mereka dikejar-kejar, ditangkap, dipenjara dan bahkan dibunuh dengan cara yang sangat memprihatinkan. Mereka mati tetapi iman mereka terus bertumbuh subur dan berbuah sepanjang masa. Yesus sendiri telah menjadi teladan bagi kita. Ia telah mempersembahkankan nyawa demi keselamatan kita dan dunia ini. Biji gandum memang harus mati supaya menghasilkan tunas. Kalau tidak mati maka ia hanya akan tinggal sebiji saja. Yesus telah menjadi Biji Gandum yang sengsara, wafat tetapi kemudian bangkit dengan jaya. Dalam persekutuan dengan Dia, kita pun beriman akan bangkit bersama Dia. Maka pengorbanan sekecil apapun atas nama Tuhan sungguh berharga. Kebenaran ini yang dihayati oleh para martir.

Yesus hari ini mengingatkan kita supaya hati peka pada kehadiran Tuhan di tengah dunia ini. Ia menegur kaum Farisi dan Ahli Taurat karena menutup pintu hati pada-Nya. Ironis sekali! Yesus bersabda, “Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat.” Perumpamaan sederhana ini tepat sekali. Dan, memang kita umat beriman ini seringkali lebih jeli dan peka pada hal-hal duniawi daripada hal surgawi. Kita harus berubah. Hati kita harus terus bertobat supaya semakin peka pada kebutuhan surgawi. Yesus bersabda, “Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk.21:31-33).

Sejatinya, peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita adalah undangan bagi kita untuk terus menghadirkan kasih Kristus. Kita menyaksikan ketidakadilan, manipulasi dan kesenjangan kesejahteraan. Kita diundang untuk bertanya dalam hati, apakah yang dapat kita lakukan untuk menghadirkan keadilan, kejujuran dan kesejahteraan bagi banyak orang. Orang bisa bersikap apatis, memikirkan diri sendiri ketika berhadapan dengan situasi yang buruk dan jahat. Tetapi Yesus tidak mengutus kita untuk bersikap demikian. Sebaliknya, Ia mengundang kita untuk melihat lebih dalam tugas perutusan kita yaitu menghadirkan kasih di tengah keburukan dan kejahatan. Itulah panggilan kemartiran kita di zaman ini. Mari kita mulai dari keluarga, komunitas, lingkungan warga sekitar, pelayanan Gereja. Beranikah kita diutus?

Beato Dionisius dan Redemptus, doakanlah kami.

Tuhan memberkati.

RP Manaek Martinus Sinaga, O.Carm