Bacaan Liturgis – Pekan Biasa I, Kamis, 16 Januari 2025
Bacaan Pertama: Ibrani 3:7-14
Mazmur Tanggapan: Hari ini dengarkanlah suara Tuhan, “Janganlah kalian bertegar hati.”
Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 95:6-11
Bait Pengantar Injil: Alleluya. Yesus mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan semua orang sakit. Alleluya.
Bacaan Injil: Markus 1:40-45
Renungan Singkat : Ketaatan Yesus
Saudara-saudari kekasih Tuhan, kata “kebajikan” bukanlah istilah yang asing bagi kita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebajikan adalah sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan, keberuntungan dan sebagainya.
Melakukan kebajikan selalu mendatangkan hal positif, baik bagi dirinya maupun orang lain. Itulah sebabnya, Rasul Paulus memberi nasihat kepada anak-anak dalam keluarga demikian, “Hai anak-anak, taatilah orangtuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan” (Kol 3:20).
Kebajikan ketaatan terhadap orangtua adalah sebuah perbuatan baik dan indah di dalam Tuhan. Betapa bahagianya seorang anak kalau ia bisa melakukan yang indah di dalam Tuhan karena ketaatannya. Betapa bahagianya juga orangtua yang menyaksikan anak-anaknya hidup dalam ketaatan.
Santa Teresa dari Avila, seorang kudus Karmel asal Spanyol yang hidup pada abad ke-16, adalah seorang suster kontemplatif yang mencintai ketaatan. “Ketaatan adalah kebajikan yang sangat saya cintai,” kata Santa Teresa dari Avila dalam buku Pendirian Biara-Biara Pertama (1,3). Ia mencintai kebajikan bernama ketaatan, karena menurut keyakinan dia, “Tidak ada jalan lain yang lebih cepat untuk membawa orang kepada kesempurnaan tertinggi selain ketaatan” (Ibid., 5,10). Ia sungguh mencintai kebajikan ketaatan. Ia juga menghayati ketaatan yang dicintainya itu.
Dalam Injil hari ini kita menyaksikan tindakan Yesus terhadap seorang sakit kusta, yang datang kepada-Nya untuk mohon bantuan-Nya. Ia mohon, katanya, “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku” (Mrk 1:40). Yesus pun tidak keberatan untuk melakukan apa yang dimintanya. Maka, Yesus berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir” (ay. 41).
Tanpa tindakan tertentu, “Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir” (ay. 42). Segera Yesus menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras, “Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam, dan persembahkanlah untuk pentahiran-mu persembahan yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka” (ay. 44).
Namun, para saudara, apa yang kemudian dilakukan oleh si kusta yang telah sembuh itu? Penginjil mencatat faktanya, “Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya ke mana-mana” (ay. 45a). Apa artinya hal ini?
Orang itu tidak taat kepada Yesus yang telah menyembuhkannya dan memberi peringatan keras terhadapnya. Ia bandel. Ketidaktaatannya akhirnya merugikan strategi pastoral Yesus. Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia terpaksa tinggal di luar kota di tempat-tempat yang sepi. Meski demikian, orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru. Itulah yang terjadi (ay. 45b). Padahal, Yesus lebih senang blusukan untuk mendatangi orang, bukan didatangi orang.
Saudara-saudari seiman, memberitakan Yesus dan karya-karya-Nya yang agung adalah sesuatu yang baik. Akan tetapi, hidup taat kepada Yesus jauh lebih baik dan berkenan kepada Allah, sebagaimana Yesus pun selaku Anak selalu taat kepada kehendak Allah, Bapa-Nya.
Tentang ketaatan Yesus ini Rasul Paulus menulis dalam suratnya kepada jemaat di Filipi demikian, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan Diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:8). Dari sebab itu, mari kita belajar dari ketaatan Yesus, Sang Guru. Mari kita belajar mulai dari hal-hal kecil dan sederhana serta melakukannya dengan cinta.
[RP. A. Ari Pawarto, O.Carm.]