Renungan Harian

Renungan Harian 06 Oktober 2025

Bacaan Liturgis – Pekan Biasa XXVII, Senin, 06 Oktober 2025

  • Bacaan Pertama: Nubuat Yunus 1:1-17; 2:10

  • Mazmur Tanggapan: Engkau mengangkat nyawaku dari dalam liang kubur.

  • Ayat Mazmur Tanggapan: Yun 2:2-4.7

  • Bait Pengantar Injil: Alleluya. Perintah baru Kuberikan kepadamu, sabda Tuhan, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu. Alleluya.

  • Bacaan Injil: Lukas 10:25-37

Hidup Kekal Diperoleh dengan Menjadi Saudara dan Sesama bagi Semua Orang

Sebagai orang kristiani yang percaya kepada Kristus Sang Juruselamat, kita yakin bahwa hidup mengikuti jalan Kristus dan setia kepada ajaran-Nya adalah dasar bagi kita untuk memperoleh hidup yang kekal. Ajaran dan praktek hidup Yesus selama hidup di dunia ini adalah hidup dalam kasih, pengampunan dan berpihak serta memberi perhatian dengan tulus kepada orang kecil, sakit, menderita dan tertindas. Inilah jalan kekudusan dan kesucian hidup yang ditawarkan Yesus bagi kita sebagai seorang murid yang sejati.

Melalui Injil hari ini, menunjukkan kepada kita sebuah pelajaran dan refleksi bahwa hidup yang bermakna dan berarti adalah ketika mau memberi diri untuk menolong sesama kita yang menderita dan butuh pertolongan tanpa memandang latar belakang status mereka. Menjadi sesama berarti memperlakukan semua orang sebagai saudara. Hanya dengan berbuat demikian kita mampu mempraktekkan perbuatan kasih dengan hati yang tulus dan nurani yang murni.

Kadang-kadang manusia menunda-nunda untuk berbuat baik dan enggan untuk berbuat kasih kepada sesamanya karena takut menjadi kehilangan waktu, kesenangan pribadi dan materi. Padahal kemampuan kita untuk mengorbankan waktu, kesenangan pribadi dan materi yang kita milikilah, yang menjadi ukuran kualitas hidup kita yang sesungguhnya. Cinta yang sejati diukur dari sejauh mana kita mau berkorban dan memberi diri sepenuhnya.

Dalam Injil hari ini juga ditampakkan kepada kita ironisme hidup orang-orang yang merasa lebih dekat dengan Tuhan dan menjadi pelayan-pelayan di sekitar altar Tuhan. Justru mereka tidak menaruh belas kasih dan apatis dengan persoalan hidup sesamanya yang menderita. Mereka ternyata mempraktekkan kesucian palsu sehingga ada gap yang sangat besar antara iman dan perbuatannya yang tidak sinkron. Mestinya semakin dekat dengan Tuhan, menghidupi banyak doa-doa dan peribadataan serta kegiatan ritual keagamaan menghantar seseorang untuk semakin berbuah dalam perbuatan kasih dan kebaikan bagi sesamanya manusia. Itulah iman yang hidup dan berbuah.

[RP Yohanes Tinto Tiopano Hasugian, O.Carm]