Bacaan Liturgis – Hari Biasa Pekan II, Senin, 20 Januari 2025
Bacaan Pertama: Ibrani 5:1-10
Mazmur Tanggapan: Engkaulah Imam untuk selama-lamanya menurut Melkisedek.
Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 110:1-4
Bait Pengantar Injil: Alleluya. Sabda Allah itu hidup dan kuat. Sabda itu menguji segala pikiran dan maksud hati. Alleluya.
Bacaan Injil: Markus 2:18-22
Renungan Singkat : Relasi dengan Yesus
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, relasi selalu merupakan salah satu hal penting dalam tata kehidupan, terutama antarmanusia. Relasi mendatangkan kehidupan. Sebaliknya, tanpa ada relasi, maka manusia hidup dalam kesendirian dan keterasingan. Untuk hidup seperti inikah manusia diciptakan Allah? Tentu saja tidak.
Ketika Allah menciptakan manusia pertama, Ia tidak sampai hati kalau manusia itu sendirian saja. Itulah sebabnya Tuhan Allah berfirman, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej 2:18).
Allah, Sang Pencipta, Yang Ilahi, sungguh sangat manusiawi. Hati Allah tak pernah tega kalau hati manusia, ciptaan dan kesayangan-Nya, mengalami kesendirian. Karena itu, dari pihak Allah, Allah bukan hanya menciptakan tetapi juga mengasihi ciptaan-Nya. Seperti ditulis oleh Rasul Yohanes, “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1Yoh 4:19). Allah lebih dahulu mengasihi manusia yang diciptakan-Nya supaya manusia mampu berelasi dengan Sang Pencipta dengan relasi kasih.
Bukan hanya manusia bisa membangun relasi kasih dengan Allah tetapi Allah sendiri telah mengawali relasi dengan manusia dengan kasih-Nya yang kekal abadi. Bahkan, dari pihak Allah, Dia ingin membangun relasi yang sedemikian hidup, kuat dan intim, sebagaimana relasi yang terjadi antara suami dan istri.
Tidak heran, jika Allah, melalui Nabi Hosea berkata kepada umat Israel, umat kesayangan-Nya, “Aku akan menjadikan engkau istri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau istri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau istri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal Tuhan” (Hos 2:18-19).
Para saudara, Rasul Paulus menggambarkan relasi kasih antara Kristus dan jemaat itu seperti relasi kasih antara suami dan istri. Kata sang rasul, “Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan Diri-Nya baginya untuk menguduskannya…. supaya jemaat kudus dan tak bercela” (Ef 5:25-27).
Relasi kasih itu menguduskan. Demikianlah relasi dengan Yesus, Ia mengasihi kita sebagai jemaat dan menyerahkan Diri-Nya bagi kita supaya menjadi jemaat yang kudus dan tak bercela. Sungguh, relasi Yesus dengan kita itu sebuah relasi tingkat tinggi, luar biasa. Maka, relasi dengan Yesus, siapa pun yang membangun relasi dengan-Nya boleh menaruh pengharapan akan kekudusan dan hidup tak bercela karena memang Ia telah menguduskan kita dengan Dia sendiri menyerahkan Diri-Nya bagi kita.
Dalam Injil hari ini, relasi yang akrab dan hangat dengan Yesus diungkapkan seperti relasi antara pengantin pria dan sahabatnya. “Dapatkah sahabat-sahabat pengantin pria berpuasa selagi pengantin itu bersama mereka? Selama pengantin itu ada bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa,” kata Yesus kepada orang-orang (yang memusuhi-Nya) yang datang kepada-Nya (Mrk 2:19).
Dalam pemikiran dan pandangan Yesus, tidak relevan berbicara tentang puasa pada saat-saat sukacita perkawinan yang dimeriahkan oleh makanan enak, musik dan tari-tarian. Berpuasa dalam kehadiran pengantin pria, sungguh tidak masuk akal, tidak menunjukkan kepekaan, kepedulian dan kasih persahabatan sejati.
Seorang sahabat sejati, ia akan ikut bersukacita bersama pengantin pria, yang ditandai dengan ikut makan dan menikmati apa yang ada dalam pesta tersebut. Relasi dengan Yesus, Sang Pengantin pria, adalah relasi kasih yang sejati, tulus, hangat dan akrab.
Siapakah sahabat sejati itu? Atau siapakah mestinya yang menjadi sahabat sejati itu? Sahabat sejati itu (mestinya) adalah setiap orang yang menyebut diri murid Yesus. Seperti Yesus katakan kepada murid-murid-Nya, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15).
Para saudara sekalian, sebagai sahabat-sahabat Yesus, mari kita mengembangkan relasi dengan Yesus yang hidup, hangat dan akrab. Kita kembangkan sebuah persahabatan yang sejati, sebab Yesus sendiri telah lebih dahulu mengangkat martabat kita dari hamba menjadi sahabat. Dengan maksud, supaya antara Yesus dan para murid-Nya, antara Yesus dan sahabat-sahabat-Nya, antara Yesus dan kita adalah sebuah relasi yang ditandai oleh sukacita karena Ia, pengantin pria itu, masih ada di tengah-tengah kita. Sebab itu, relasi dengan Yesus mesti intens, terus-menerus, tidak boleh putus!
Tuhan memberkati.
[RP. A. Ari Pawarto, O.Carm.]