Renungan Harian

Renungan Harian 17 Juni 2025

Bacaan Liturgis – Pekan Biasa XI, Selasa, 17 Juni 2025

  • Bacaan Pertama: 2 Korintus 8:1-9

  • Mazmur Tanggapan: Pujilah Tuhan, hai jiwaku.

  • Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 146:2.5-6.7.8-9a

  • Bait Pengantar Injil: Alleluya. Perintah baru Kuberikan kepadamu, sabda Tuhan. Kasihilah sesamamu sebagaimana Aku mengasihi kamu. Alleluya

  • Bacaan Injil: Matius 5:43-48

Renungan Singkat : SEMPURNA SEPERTI BAPA DI SURGA

Sabda Yesus hari ini, sungguh meneguhkan hati kita sekaligus memberikan tantangan. Meneguhkan, karena Yesus mengingatkan kita kembali jati diri di hadapan Allah Bapa. Kita adalah anak-anak-Nya dan Dialah Bapa kita. Ini adalah gambaran relasi yang sangat mengagumkan antara kita dengan Allah. Relasi yang begitu dekat. Tentu saja, gambaran ini bukan hanya menekankan hubungan dekat secara relasional, melainkan juga sifat-sifat Allah dalam hati kita. Pada saat yang sama, sabda ini memberikan tantangan karena mengundang kita untuk mencapai tujuan final kita sebagai anak Allah yaitu sempurna seperti Dia. Dengan cara apa? Mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita (Mat. 5:44). Sabda ini mengejutkan! Bagaimana mungkin kita mampu mengasihi dengan sedemikian ini? Mungkin kita akan berdalih dalam hati, “Mengasihi sesama yang tidak berbuat jahat saja tidak mudah, apalagi harus mengasihi musuh bahkan orang yang menganiaya kita.” Di sini, pertama-tama kita perlu merenungkan secara lebih mendalam siapakah yang menjadi musuh dalam hidup kita. Pada zaman Yesus, para Ahli Taurat cenderung dengan mudah menafsirkan musuh. Bagi mereka, musuh adalah orang yang tidak sebangsa dengan mereka; orang yang tidak melakukan adat-istiadat mereka. Yesus hendak membarui pandangan mereka yang cenderung dangkal sifatnya. Bagi Yesus, orang-orang yang berlaku demikian bukanlah musuh, bahkan mereka yang menganiaya pun bukan musuh. Oleh karena itu, kita punya kewajiban untuk mengasihi mereka! Memang tidak mudah. Sebagai manusia, kita pasti berpikir untuk membalas mereka yang telah menyakiti kita. Dalam Bahasa latin ada ungkapan berbunyi, “Nemini nocere nisi prius lacessitum injuria” yang berarti “Jangan menyakiti siapa pun, kecuali disakiti terlebih dahulu.” Ungkapan ini tampaknya benar dan tepat; dapat diterima akal, tetapi dapat menjadi pembenaran bagi manusia untuk membalaskan perbuatan jahat bagi sesamanya. 

Mari kita renungkan dasar ajaran Yesus untuk mengasihi musuh bahkan penganiaya kita. “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (ay. 45). Allah Bapa menyatakan diri kepada kita bukan hanya karena kita hidup baik. Baik dan jahat, benar dan tidak benar, diperlakukan-Nya secara seimbang. Dengan demikian, kita hendaknya berpikir bahwa kita tidak punya alasan untuk mengabaikan perbuatan kasih bahkan kepada mereka yang menjadi musuh kita. Yesus ingin supaya kita melakukan lebih daripada yang biasa dilakukan orang lain. Membalas orang yang menyakiti kita merupakan hal yang biasa dilakukan orang lain, tetapi kita dituntut untuk berbuat lebih daripada itu. Yesus menuntut setiap kita untuk menghadirkan kebaikan Allah Bapa kepada setiap orang, bahkan kepada orang-orang yang jahat (ay. 39-42); menghadirkan berkat kepada mereka yang mengutuk dan menganiaya (ay. 43-44).

Mari kita juga senantiasa menyadari bahwa kita sudah mendapatkan pengampunan dari Bapa atas dosa-dosa kita, bahkan lebih daripada itu Ia memberkati kita dengan rahmat yang berlimpah. Kesalahan orang lain kepada kita, betapa pun besarnya tidak pernah dapat melampaui keberdosaan kita di hadapan-Nya. Akhirnya, di saat dunia cenderung mengabaikan bahkan menyingkirkan sesamanya, Yesus mengundang kita untuk menyambut dan menyatukan diri dengan saudara-saudari kita yang berdosa. Mereka layak mendapatkan perlakuan kasih, sebagaimana Allah Bapa telah mengasihi kita. Dalam diri setiap orang, walaupun ia berbuat jahat, pasti ada benih-benih kebaikan yang hendaknya kita hormati, seperti kejujuran, kedamaian, kemauan untuk membarui diri, kebajikan moral dan lain sebagainya. “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Luk. 5:32), demikian Sabda Yesus. Mari kita semakin membarui hidup beriman agar semakin sempurna seperti Allah Bapa. 

Tuhan memberkati, amin.

[RP Manaek Martinus Sinaga, O.Carm]