Bacaan Liturgis – PW Santo Ignasius dari Antiokhia, Uskup dan Martir, Jumat, 17 Oktober 2025
Bacaan Pertama: Roma 4:1-8
Mazmur Tanggapan: Engkaulah persembunyian bagiku; Engkau melindungi aku, sehingga aku selamat dan bergembira.
Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 32:1-2.5.11
Bait Pengantar Injil: Alleluya. Tunjukkanlah kiranya kasih setia-Mu, ya Tuhan, sebab pada-Mulah kami berharap. Alleluya.
Bacaan Injil: Lukas 12:1-7
Iman Mendorong Kita Mampu Bersaksi dengan Berani

Hari ini kita memperingati seorang kudus, St. Ignatius dari Antiokhia. Dia adalah seorang uskup dan rela menjadi martir dengan menumpahkan darahnya dalam membela Kristus. Menurut tradisi kuno, St. Ignasius adalah murid dari St. Yohanes Rasul dan Penulis Injil. Dia seorang yang pandai, saleh, bijaksana tetapi juga rendah hati. Dia adalah penganut kristiani awali (lahir tahun 35 dan wafat tahun 107) dan banyak menulis tentang kesaksian yang otentik akan iman kepada Kristus. Ketika masa penganiayaan dan pengejaran kepada jemaat kristiani awali terjadi, Ignasius juga mengalaminya. Ketika kaisar Romawi bertanya kepada Ignasius, “Siapakah engkau hai orang jahat yang tidak menaati titahku?” Maka dengan lantang dan berani Ignasius menjawab, “Janganlah menyebut jahat orang yang membawa Tuhan dalam dirinya. Kristus itu adalah Tuhan kami dan Ia tetap tinggal dalam hati kami dan menyertai kami”.
Iman yang mendalam serta menyadari Kristus sungguh hadir dalam diri kita, membuat kita mampu seperti St. Ignasius berani bersaksi akan iman kita tanpa ada rasa takut apapun. Iman akan Kristus mendorong kita berani menjalani kehidupan ini dan siap sedia memanggul salib kita masing-masing. Hari ini dalam Injil, Kristus memberi kita kata-kata peneguhan,“Janganlah kalian takut terhadap mereka yang dapat membunuh badan, tetapi kemudian tak dapat berbuat apa-apa lagi... Janganlah takut, karena kalian lebih berharga daripada burung pipit.” Tuhan sungguh menghargai kita umat yang beriman kepada-Nya dan menaruh kepercayaan penuh pada-Nya.
Beriman kepada Kristus sungguh memberi makna yang baru bagi kita manusia akan apa makna hidup yang sesungguhnya. Hidup yang sejati sebagai seorang kristiani adalah hidup dalam semangat kesederhanaan dan kepasrahan hidup seperi burung pipit yang mensyukuri setiap moment hidupnya hari dari hari tanpa kecemasan, ketakutan dan ambisi-ambisi yang tidak teratur dan tidak terkendali. Justru dalam semangat hidup yang seperti inilah Tuhan Allah tidak akan pernah melupakan kita. Kita selalu berharga di mata-Nya.
[RP Yohanes Tinto Tiopano Hasugian, O.Carm]