Renungan Harian

Renungan Harian 05 April 2024

Bacaan Liturgis – Oktaf Paskah, Jumat, 05 April 2024

  • Bacaan Pertama: Kisah Para Rasul 4:1-12

  • Mazmur Tanggapan: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.

  • Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 118:1-2.4.22-24.25-27a.

  • Ayat Bait Pengantar Injil: Inilah hari yang dijadikan Tuhan. Marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita karenanya. Alleluya.

  • Bacaan Injil: Yohanes 21:1-14

Renungan Singkat : Yesus, yang Bangkit dan Menyertai

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, hari ini kita memasuki hari keenam dalam Oktaf Paskah. Hari ini kita diajak untuk menyelami atau merenungkan tentang Yesus yang bangkit dan menyertai kita.

Peristiwanya terjadi di pantai Danau Tiberias. Di pantai itu berkumpul tujuh murid Yesus. Lima orang disebutkan namanya, yaitu Simon Petrus, Tomas yang juga disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, serta Yakobus dan Yohanes (anak-anak Zebedeus). Dua orang murid Yesus yang lain tidak disebut namanya.

Mereka berkumpul di pantai namun tidak ada Yesus rupanya membuat mereka bingung apa yang harus dilakukan. Maka, Petrus berinisiatif untuk melakukan sesuatu, katanya kepada teman-temannya, “Aku pergi menangkap ikan” (Yoh 21:3a). Bukankah Petrus sudah ditetapkan oleh Yesus untuk menjadi penjala manusia (lih. Luk 5:1-11)? Mengapa dia ingin kembali ke profesi semula, yakni penjala ikan? Apakah hal ini merupakan suatu ungkapan keputusasaan Petrus? Entahlah. Yang jelas, inisiatif Petrus bisa menggerakkan teman-temannya untuk ikut. “Kami pergi juga dengan engkau,” kata mereka (ay. 3b).

Ketujuh murid Yesus itu segera berangkat untuk menangkap ikan. Bagaimana hasilnya? Sial banget! “Malam itu mereka tidak menangkap apa-apa” (ay. 3c). Mereka gagal total. Hal ini bukan pengalaman pertama. Dahulu, mereka pernah mengalami hal serupa. Ketika Yesus, Sang Guru, minta agar mereka bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jala untuk menangkap ikan, mereka berkata kepada-Nya, “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga” (Luk 5:5).

Kali ini, di pantai Danau Tiberias, mereka bekerja keras sepanjang malam dan tidak menangkap apa-apa. Makanya, ketika Yesus yang bangkit dan menampakkan Diri kepada mereka, dan mereka tidak tahu bahwa Dia itu adalah Yesus dan berkata, “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk pauk?” (Yoh 21:5), mereka menjawab, “Tidak ada!” Tidak ada lauk pauk untuk sarapan. Maka, Yesus minta agar mereka menebarkan jala di sebelah kanan perahu.

Petrus dan teman-temannya taat, seperti dulu Sang Guru minta menebarkan jala ke tempat yang dalam (Luk 5:4). Lalu mereka menebarkan jala ke tempat yang Yesus maksudkan. Hasilnya? Kali ini sukses. Mereka berhasil bahkan “mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan” (Yoh 21:6b). Siapakah Orang ini yang memberi perintah kepada Petrus dan teman-temannya dan tahu persis di mana ada banyak ikan, sementara sebelumnya mereka semalaman tidak berhasil menangkap apa-apa? Orang itu pasti bukan Orang sembarangan. Yohanes, murid yang dikasihi Yesus, seorang yang memiliki mata yang tajam oleh karena kasihnya kepada Yesus, seorang yang biasa merenungkan dan menangkap pesan dari setiap peristiwa yang terjadi segera mengenal dan meyakini bahwa keberhasilan dalam menangkap ikan tersebut adalah karya Sang Guru, yang adalah Tuhan. Itulah sebabnya, Yohanes bilang kepada Petrus, “Itu Tuhan!” (ay. 7).

Para saudara sekalian, Petrus, seorang yang biasa bertindak spontan, begitu mendengar dari mulut Yohanes “bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau” (ay. 7). Apa maksudnya? Ia mau segera mendapatkan Yesus, yang adalah Tuhan, yang ada di pinggir pantai, di darat tentu saja, dan di sana Yesus sudah menyediakan api arang dan di atasnya ada ikan serta roti. Yesus minta agar beberapa ikan yang baru saja mereka tangkap dibawa dan dibakar. Setelah matang dan siap dimakan, Yesus berkata kepada mereka, “Marilah dan sarapanlah!” (ay. 12a).

Catatan penginjil sangat menarik untuk direnungkan, “Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya, ‘Siapakah Engkau,’ sebab mereka tahu bahwa Ia adalah Tuhan” (ay. 12b).

Saudara-saudara sekalian, ada beberapa hal yang bisa menjadi pesan untuk direnungkan dan dipraktikkan. Pertama, Yesus yang bangkit menampakkan Diri sebagai Pribadi yang mau masuk dalam segala situasi hidup para murid-Nya. Juga ketika mereka atau kita gagal, kecewa atau susah, Ia ada dan hadir di dekat kita serta mengingatkan kita dan berkata seperti Rasul Paulus, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rom 8:28).

Kedua, Yesus pernah berkata, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani…” (Mat 20:28). Pagi itu Yesus yang bangkit datang ke pantai Danau Tiberias untuk melayani para murid yang kelaparan, yang tidak punya lauk pauk untuk sarapan. Ia yang menyiapkan sarapan dan setelah siap, Ia mengajak mereka untuk makan. “Marilah dan sarapanlah!” kata-Nya dengan penuh keramahan. Ia peduli terhadap para murid-Nya yang lapar dan tidak punya apa-apa untuk dimakan. Ia memberi instruksi untuk bekerja supaya bisa makan. Dari pengalaman ini kita bisa mengerti mengapa Rasul Paulus berkata, “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2Tes 3:10).

Ketiga, ajakan untuk sarapan pagi adalah simbol bahwa setiap pagi Yesus selalu menyediakan apa yang perlu bagi kita untuk bekerja dan melakukan tugas perutusan kita sehari-hari. “Apa yang perlu” adalah rahmat, yang selalu penting untuk hidup dan karya kita. Sebab, seperti dikatakan oleh Santo Agustinus, “Tanpa Allah dan rahmat-rahmat-Nya, kita tidak dapat berbuat apa-apa.”

Keempat, Yesus menghendaki agar melalui penampakan-Nya dan instruksi-instruksi yang Dia berikan supaya kita taati, kita mengerti bahwa Ia selalu terlibat dalam kehidupan harian kita, bahwa Ia yang bangkit senantiasa menyertai kita. Ketaatan kepada kehendak-Nya adalah kunci keberhasilan kita.

[RP. A. Ari Pawarto, O.Carm.]