Bacaan Liturgis – Pekan Biasa XXIII, Rabu, 10 September 2025
Bacaan Pertama: Kolose 3:1-11
Mazmur Tanggapan: Tuhan itu baik kepada semua orang.
Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 145:2-3.10-11.12-13ab
Bait Pengantar Injil: Alleluya. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena besarlah upahmu di surga. Alleluya.
Bacaan Injil: Lukas 6:20-26
Renungan Singkat : Berbahagialah, Hai Kalian yang Miskin
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, dengan menerima Sakramen Inisiasi, kita diterima sebagai satu tubuh, sebagai anggota Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Lantas apa yang mesti kita lakukan?
Pertama, kita mesti selalu menyatu dengan Kristus yang adalah kepala sementara kita sebagai Gereja adalah tubuh-Nya. Itulah sebabnya, Rasul Paulus berkata, “Kristuslah hidup kita” (Kol 3:4). Kristus mesti menjadi pusat hidup kita. Maka, selama di dunia ini, “Carilah perkara yang di atas, di mana Kristus berada, duduk di sisi kanan Allah” (Kol 3:1).
Kedua, ketika Kristus menjadi pusat hidup kita, maka kita hidup sebagai sesama saudara yang rukun dan bersatu-bersaudara. Sebab, dalam istilah Rasul Paulus, “Tiada lagi orang Yunani atau Yahudi, yang bersunat atau tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka; yang ada hanyalah Kristus di dalam semua orang” (ay. 11).
Apa dampaknya, jika yang ada hanyalah Kristus di dalam semua orang? Mereka akan mengalami apa yang disebut berbahagia. Kebahagiaan ini akan dirasakan juga oleh mereka yang secara materi-fisik-ekonomis miskin. Seperti dikatakan oleh Yesus dalam Injil hari ini, ketika Yesus memandang murid-murid-Nya, “Berbahagialah, hai kalian yang miskin, karena kalianlah yang empunya Kerajaan Allah” (Luk 6:20).
Ada alasan kuat mengapa orang-orang miskin pun bisa mengalami kebahagiaan dalam hidup mereka. Alasan tersebut diungkap oleh Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium (Sukacita Injil) berikut ini, “Hati Allah memiliki tempat khusus bagi kaum miskin, sedemikian besarnya sehingga Ia sendiri “menjadi miskin” (2Kor 8:9). Seluruh sejarah keselamatan kita ditandai oleh kehadiran orang-orang miskin. Keselamatan datang kepada kita dari “ya” yang diucapkan oleh seorang gadis kalangan bawah dari kampung kecil di pinggiran sebuah kerajaan besar” (No. 197).
“Penyelamat,” imbuh Paus Fransiskus, “lahir di sebuah palungan, di tengah-tengah hewan-hewan, seperti anak-anak dari keluarga miskin; Dia telah dipersembahkan di Bait Allah bersama dengan dua tekukur, persembahan orang-orang yang tidak mampu mempersembahkan domba (bdk. Luk 2:24; Im 5:7). Dia dibesarkan dalam sebuah rumah pekerja biasa dan melakukan pekerjaan tangan untuk mendapatkan nafkah-Nya” (Ibid.).
Lebih lanjut Paus Franskus mengatakan, “Ketika Dia mulai mewartakan Kerajaan Allah, kerumunan orang-orang yang dirampas hak-hak mereka mengikuti Dia, dan dengan demikian Ia mewujudkan apa yang telah disabdakan-Nya: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin” (Luk 4:18). Dia menyakinkan mereka yang dibebani oleh kesusahan dan dihimpit oleh kemiskinan bahwa Allah memiliki tempat istimewa bagi mereka di hati-Nya, “Berbahagialah, hai kalian yang miskin, karena kalianlah yang empunya Kerajaan Allah” (Luk 6:20). Dia menyamakan Diri-Nya dengan mereka, “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan” (Mat 25:35 dst) dan Dia mengajarkan bahwa kasih kepada mereka ini adalah kunci menuju surga” (Ibid.).

Para saudara, membaca Injil hari ini dalam terang Seruan Apostolik Paus Fransiskus (Evangelii Gaudium, No. 197), kita mendapat pencerahan dalam memaknai “yang miskin” sebagai “yang berbahagia”. Bagaimana tidak bahagia kalau hati Allah memiliki tempat khusus bagi orang-orang miskin?
Pertanyaannya, bukankah itu berarti bahwa yang miskin adalah orang yang istimewa dan karena itu Allah memiliki tempat istimewa bagi mereka di hati-Nya? Bagaimana tidak berbahagia, kalau Kristus yang duduk di sisi kanan Allah menjadi pusat hidup mereka? Bagaimana tidak bahagia kalau yang miskin adalah yang empunya Kerajaan Allah? Bagaimana tidak bahagia kalau yang miskin selalu membutuhkan Allah dan kasih-Nya dan karena itu selalu bergantung kepada-Nya karena hanya Dialah yang sanggup memenuhi apa yang dibutuhkan oleh yang miskin di hadapan-Nya?
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, mari kita tak henti-hentinya menaruh kepercayaan kepada Allah, sepenuhnya, seutuhnya, total, dan menjadikan Kristus sebagai pusat hidup kita. Dengan telinga kita sendiri, semoga kita pun akan mendengar sabda bahagia yang Yesus ucapkan, “Berbahagialah, hai kalian yang miskin, karena kalianlah yang empunya Kerajaan Allah.”
[RP A. Ari Pawarto, O.Carm]