Renungan Harian

Renungan Harian 15 September 2025

Bacaan Liturgis – PW Santa Perawan Maria Berdukacita, Senin, 15 September 2025

  • Bacaan Pertama: Surat Ibrani 5:7-9

  • Mazmur Tanggapan: Selamatkanlah aku, ya Tuhan, oleh kasih setia-Mu.

  • Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 31:2-3a.3b-4.5-6.15-16.20

  • Bait Pengantar Injil: Alleluya. Berbahagialah engkau, Sang Perawan Maria, di bawah salib Tuhan engkau menjadi martir tanpa menumpahkan darahmu. Alleluya.

  • Bacaan Injil: Yohanes 19:25-27 atau Lukas 2:33-35

Renungan Singkat : Derita dan Dukacita Maria

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, derita anak adalah derita orang tua juga. Sebab, orang tua manakah yang tidak ikut menderita jika anaknya menderita? Dukacita anak adalah dukacita orang tua juga. Sebab, orang tua manakah yang tidak berdukacita jika anaknya berdukacita? Itulah yang dialami oleh Sang Perawan Maria, yang di bawah salib Tuhan ia menjadi martir tanpa menumpahkan darahnya.

Hari ini Gereja merayakan peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita. Sementara kemarin kita merayakan Pesta Pemuliaan Salib Suci. Dalam dua hari beruntun, kemarin dan hari ini, Gereja merayakan derita Anak, yakni Yesus, dan derita ibu-Nya, yakni Maria. Gereja merayakan dukacita Sang Putra dan dukacita Sang Ibu.

Dalam Bait Pengantar Injil dikatakan, “Berbahagialah engkau, Sang Perawan Maria, di bawah salib Tuhan engkau menjadi martir tanpa menumpahkan darah.” Benarkah Sang Perawan Maria berbahagia ketika ia berada di bawah salib Putranya, yang adalah Tuhan? Benarkah ia berbahagia ketika ia menjadi martir tanpa menumpahkan darah, untuk mendampingi Sang Martir menumpahkan darah-Nya?

Berada dalam dukacita ketika berdiri di bawah salib Putranya adalah sebuah keniscayaan. Namun, berbahagia juga adalah sebuah keniscayaan. Lantas di manakah letak kebahagiaan Sang Perawan Maria? Ia berbahagia justru sebagai seorang ibu, ia bisa berada bersama Putranya sampai Ia menumpahkan darah-Nya dan menghembuskan napas terakhir, serta menyerahkan nyawa-Nya, yang sebelumnya Ia berkata, “Sudah selesai” (Yoh 19:30).

Saudara-saudari, para kekasih Tuhan, Injil Yohanes (19:25-27) menunjukkan kepada kita posisi Perawan Maria yang adalah ibu Yesus, saat Yesus bergantung di salib. “Waktu Yesus bergantung di salib, di dekat salib itu berdirilah ibu Yesus” (ay. 25). Posisi dia, saat itu dia berada di bawah salib Yesus. Di sana ia hadir sebagai seorang ibu dan martir tanpa menumpahkan darahnya. Sedangkan Sang Putra menumpahkan darah-Nya. Namun, keduanya adalah martir.

Santo Bernardus Abas (1090-1153), seorang pendiri kedua Ordo Sistersiensis yang banyak menulis tentang teologi (ilmu ketuhanan) dan spiritualitas (ilmu mencapai kesempurnaan), dalam khotbahnya tentang dukacita Perawan Maria mengatakan bahwa Santa Perawan Maria adalah seorang martir. “Santa Perawan Maria sebagai Martir, tampil di hadapan mata dalam kisah sengsara Tuhan kita. Orang tua yang terberkati, yakni Simeon, berkata tentang kanak-kanak Yesus, ‘Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan’ (Luk 2:34) dan kepada Maria, ‘Suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri’ (ay. 35).”

Lebih lanjut Santo Bernardus mengatakan tentang Perawan Maria yang berdukacita ini, “Ibu tersuci, sungguh, sebilah pedang menembus hatimu. Sebab tidak ada pedang dapat menusuk tubuh perawan tanpa menembus hatimu. Setelah Putramu menyerahkan hidup-Nya, tombak kejam, yang membuka sisi-Nya tidak menyayangkan Dia sampai dalam kematian; meskipun dapat melukai-Nya, namun tidak dapat menjamah jiwa-Nya. Namun, itulah yang menembus jiwamu laksana pedang. Jiwa Yesus sudah tidak ada lagi, tetapi jiwamu tidak dapat dibebaskan, karena kecemasan hati yang kauderita melebihi semua penderitaan badani.”

Di atas salib, Yesus sungguh-sungguh menderita. Di bawah salib, Perawan Maria juga sungguh-sungguh menderita, bahkan melebihi semua penderitaan badani. Santo Bernardus mengatakan, “Lebih daripada Putra, Maria menderita! Adakah Yesus mati dalam badan-Nya, dan Maria tidak mengikuti-Nya di dalam hatinya? Cinta kasihlah yang menggerakkan Yesus untuk menderita maut! Cinta kasih-Nya lebih besar daripada siapa saja sebelum dan sesudahnya. Cinta kasih jugalah yang menggerakkan Maria, cinta yang tidak pernah dirusakkan oleh seorang ibu.”

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan dan Bunda-Nya, jika kemarin dan hari ini kita merenungkan tentang derita dan wafat Yesus di salib, kita tidak bisa tidak merenungkan tentang derita Sang Perawan Maria, yang dialami bukan hanya di bawah salib Putranya. Dalam merenungkan kedua pribadi, Putra dan ibu-Nya ini kita dibimbing oleh Santo Bernardus. Dia merenungkan satu hal: Cinta kasih. Cinta kasih Yesus yang menggerakkan-Nya untuk menderita dengan rela dan taat, supaya “Ia menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibr 5:9). Cinta kasih Perawan Maria yang menggerak-kannya untuk ikut berdukacita bersama Sang Putra; berdukacita karena cinta sehingga ia menjadi martir yang bahagia.

Para saudara, semoga Sang Perawan Maria senantiasa menginspirasi banyak ibu, juga banyak bapak dalam keluarga, untuk senantiasa memiliki kedekatan dengan anak, yang digerakkan oleh cinta kasih! Cinta kasih yang tidak pernah dirusakkan oleh seorang ibu, atau oleh seorang bapak, atau juga oleh seorang anak.

Kita juga berharap, para saudara, semoga setiap anggota keluarga tidak saling merusakkan cinta kasih, kunci hidup bahagia walau dalam hidup ini tidak pernah lepas dari derita dan dukacita seperti derita dan dukacita Maria.

[RP A. Ari Pawarto, O.Carm]