Bacaan Liturgis – Hari Minggu Biasa XXVII, 12 Oktober 2025
Bacaan Pertama: Kitab 2 Raja-Raja 5:14-17
Mazmur Tanggapan: Tuhan telah menyatakan keadilan-Nya di hadapan para bangsa.
Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 98:1.2-3ab.3cd-4
Bacaan Kedua: 2 Timotius 2:8-13
Bait Pengantar Injil: Alleluya. Bersyukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah bagimu dalam Kristus Yesus. Alleluya.
Bacaan Injil: Lukas 17:11-19
Bersyukur dengan Memuliakan Tuhan

Seorang yang kena penyakit kusta di jaman Yesus hidup dua ribu tahun yang lalu, akan mengalami penderitaan yang luar biasa. Menderita tidak hanya karena sakit yang dialaminya. Akan tetapi yang lebih menyedihkan lagi adalah penilaian masyarakat sekitar kepada penderita kusta sebagai pribadi yang menjijikkan. Penyakit ini adalah penyakit menular dan dianggap sebagai tanda kutukan Tuhan. Maka orang yang kena penyakit kusta tidak pantas hidup bersama di tengah-tengah masyarakat. Mereka harus disingkirkan dari tengah-tengah kehidupan bersama dengan manusia normal lainnya serta harus ditempatkan di daerah terasing terpencil atau di tengah-tengah hutan, hidup tersendiri. Mereka sungguh mengalami kesepian, bahkan merasa tak layak lagi dianggap sebagai manusia. Karakter mereka sungguh-sungguh ‘dibunuh’ dan kehilangan rasa percaya diri sebagai manusia.
Mereka sungguh ingin lepas dari beban kesepian dan tersingkir ini. Mereka ingin menemukan kembali suka cita mereka sebagai manusia, tetapi masyarakat tidak mendukung dan memberi peluang kepada mereka untuk kembali hidup secara normal. Dalam Injil hari ini, Yesus datang menyapa, menyentuh dan menyembuhkan sepuluh orang kusta yang selama ini telah dikucilkan dan tersingkir dari masyarakat. Yesus menyapa mereka dengan penuh belas kasih serta tidak memandang mereka sebagai manusia jijik yang mendapat kutukan dari Allah. Yesus membongkar cara pandang bangsa Yahudi waktu itu yang sangat merendahkan martabat para penderita kusta. Yesus membuka cakrawala berpikir dari bangsa Yahudi waktu itu yang memandang segala penderitaan dan penyakit sebagai kutukan Allah adalah sebuah pemahaman iman yang sesat dan tidak sungguh-sungguh mencerminkan belas kasih Allah.
Akan tetapi, setelah mengalami kesembuhan dan dipulihkan hak-hak mereka sebagai manusia untuk bisa kembai normal hidup bersama di tengah-tengah masyarakat, dari sepuluh yang disembuhkan, hanya satu orang yang datang kepada Yesus untuk bersyukur dan memuliakan Tuhan. Ini menjadi bahan refleksi juga untuk kita. Kadang-kadang kita manusia beriman yang telah banyak mengalami pengampunan dan belas kasih Allah, lupa dan lalai untuk bersyukur kepada Tuhan. Kedosaan dan perbuatan tercela kita tidak dipandang Tuhan sebagai penghalang anugerah dan rahmat yang hendak dicurahkan bagi kita. Dia tetap berkarya bagi kita secara nyata meskipun kita banyak berdosa dan penuh kekurangan. Maka mari menyadari secara serius, betapa kita telah banyak mendapat belas kasih Allah, jangan pernah kita lalai untuk bersyukur dan berterima kasih kepada-Nya. Itulah salah satu bentuk kerendahan hati seorang kristiani yang sejati. Mau bersyukur dan berterima kasih atas segala karya Tuhan yang nyata dan membebaskan dalam hidup kita.
[RP Yohanes Tinto Tiopano Hasugian, O.Carm]