Bacaan Liturgis – PW Santo Antonius, Abas, Jumat, 17 Januari 2025
Bacaan Pertama: Ibrani 4:1-5.11
Mazmur Tanggapan: Semoga karya Allah jangan dilupakan selama-lamanya.
Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 78:3.4bc.6c-7.8
Bait Pengantar Injil: Alleluya. Seorang nabi agung telah muncul di tengah kita, dan Allah mengunjungi umat-Nya. Alleluya.
Bacaan Injil: Markus 2:1-12
Renungan Singkat : Kebapaan Yesus
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, hari ini kita merayakan peringatan Santo Antonius, Abas. Ia adalah seorang pemuda Mesir, lahir tahun 250, dari keluarga kaya raya. Akan tetapi, ia menjadikan hidup sebagai sebuah pilihan. Ia memilih gaya hidup bertapa, hidup dalam semangat kemiskinan agar bisa lebih dekat dengan Tuhan.
Hidup bertapa yang dihayatinya telah mengantar Antonius kepada suatu hidup rohani yang mendalam dan menjadikan dia sebagai seorang pendoa yang ulung. Atas anugerah rohani yang sedemikian kaya itu, Antonius tidak jemu-jemunya membimbing banyak orang yang lemah dan miskin rohaninya. Ia sangat peduli terhadap mereka yang datang untuk meminta bimbingannya, karena ingin hidup lebih baik dan bertumbuh hidup rohaninya.
Para saudara, Injil hari ini menampilkan kisah tentang seorang yang kondisinya lumpuh. Ia lemah, tidak dapat beraktivitas. Bahkan menggerakkan sebagian anggota tubuhnya pun ia tidak mampu.
Dalam kondisi tak berdaya seperti itu, tentu si lumpuh ingin hidup lebih baik dan sehat. Beruntung bahwa di lingkungannya hadir orang-orang yang hidup dalam kasih, memiliki kepedulian kepada orang yang lemah dan sakit dan siap membantu dia untuk hidup lebih baik.
Mereka itu terdiri dari empat orang yang menggotongnya ke hadapan Yesus. Mereka tidak bisa menyembuhkan si lumpuh. Namun, mereka percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkannya. Maka, mereka berkolaborasi untuk memikul si lumpuh dan membawanya kepada Yesus supaya disembuhkannya sehingga bisa menikmati hidup lebih baik.
Para saudara, membantu orang lain agar dapat hidup lebih baik, adalah tugas perutusan Gereja, umat Allah, di mana pun berada. Membantu orang lain agar dapat hidup lebih baik adalah soal menghormati dan mengangkat martabat hidup sesama.
Paus Fransiskus berkata, “Seperti apa pun penampilannya, setiap orang sangat kudus dan layak dikasihi serta dilayani. Akibatnya, jika saya dapat membantu setidaknya satu orang untuk hidup yang lebih baik, hal itu telah membenarkan persembahan hidup saya. Sungguh mengagumkan menjadi umat Allah yang peduli” (Seruan Apostolik Sukacita Injil, No. 274).
Empat penggotong si lumpuh tidak sanggup melakukannya sendiri. Maka, mereka bekerja sama, setidaknya membantu satu orang yang menderita lumpuh agar bisa menikmati hidup lebih baik. Begitulah kepedulian terhadap orang yang lemah dan miskin kesehatannya mesti dibangun.
Para penggotong itu bekerja sama, bukan hanya mengandalkan tenaga dan pikiran, tetapi juga iman. Oleh sebab itu, melihat iman mereka, Yesus berkata kepada orang lumpuh itu, “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” (Mrk 2:5). Rasa hormat dan kasih kebapaan dinyatakan oleh Yesus kepada si lumpuh dengan berkata, “Hai anak-Ku…” Ini adalah sebuah sapaan yang menyejukkan hati. Sebuah sapaan hangat yang menyentuh rasa. Pribadi Yesus telah menghadirkan kasih dan ke-Bapa-an Allah di surga.
Saudara-saudari seiman, mari kita belajar dari empat penggotong si lumpuh bagaimana mereka menaruh kepedulian kepada saudara yang lemah dan miskin kesehatannya. Terlebih, mari kita belajar dari kebapaan Yesus, Sang Guru, bagaimana menjadi orang yang peduli terhadap sesama dan mengungkapkannya dengan tindakan serta kata-kata yang manusiawi, ramah dan lembut. Bahkan kepedulian dan tindakan-Nya terhadap si lumpuh bisa menggerakkan hati mereka semua untuk takjub lalu memuliakan Allah.
[RP. A. Ari Pawarto, O.Carm.]