Bulan Keluarga 2025

Alamku Imanku

Masa Adven 2025

Kapel Adorasi

Santa Teresia Benedikta dari Salib

06.30 WIB - 22.00 WIB

Ziarah Porta Sancta

Paroki Meruya

08.00 WIB - 20.00 WIB

Tahun Yubileum 2025

Peziarah Pengharapan

24 Desember 2024 - 06 Januari 2026

Pendampingan Romo Moderator

Tahun 2025

Silahkan Klik Lebih Lanjut

Jadwal Petugas Tata Tertib 2025

Paroki Meruya

Info Lebih Lanjut

Maria Kusuma Karmel

Mengalami Kehadiran Allah bersama Maria, Bunda dan Kusuma Karmel

Sambutan Romo Paroki

Pengumuman Gereja

KEGIATAN MENDATANG

Misa Harian

Hari Senin - Sabtu

  • 05.30 WIB

Misa Jumat Pertama

Hari Jumat Pertama Setiap Bulan

  • 19.30 WIB

Misa Minggu

Hari Sabtu

  • 16.30 WIB

Hari Minggu

  • 06.00 WIB
  • 08.30 WIB
  • 11.00 WIB
  • 16.30 WIB
  • 19.00 WIB - Misa Bernuansa Karismatik (tiap Minggu Ke-3)

Misa Online

Ditiadakan

RENUNGAN HARIAN

Jumat 05 Desember 2025

Bacaan Liturgis – Pekan Adven I, Jumat, 05 Desember 2025

  • Bacaan Pertama: Kitab Yesaya 29:17-24

  • Mazmur Tanggapan: Tuhan adalah terang dan keselamatanku.

  • Ayat Mazmur Tanggapan: Mzm 27:1.4.13-14

  • Bait Pengantar Injil: Alleluya. Tuhan pasti datang; Ia datang dengan megah, dan mata para hamba-Nya akan berseri-seri. Alleluya.

  • Bacaan Injil: Matius 9:27-31

Renungan Singkat : Ya Tuhan, Kami Percaya

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, hari ini kita memasuki Jumat Pertama dalam bulan Desember, sekaligus merupakan Jumat Pertama terakhir dalam tahun 2025. Oleh sebab itu, kita perlu mengisi dan merayakan Jumat Pertama ini dengan refleksi tentang Yesus, yang hati-Nya penuh belas kasihan dan telinga-Nya mampu mendengar seruan orang yang minta tolong, “Kasihanilah kami, hai Anak Daud!” (Mat 9:27).

Berseru-seru mohon supaya dikasihani, apalagi seruan itu ditujukan kepada Yesus, atau Tuhan atau Allah adalah sah-sah saja. Tidak ada seorang pun berhak melarangnya. Mengapa? Karena Gereja mengajarkan, “Di hadapan Allah, manusia adalah seorang pengemis” (Katekismus Gereja Katolik, No. 2559). Ia (manusia) – seperti para pengemis pada umumnya – hidupnya menggantungkan diri pada belas kasihan orang lain. Begitu juga dengan manusia, hidupnya bergantung sepenuhnya pada belas kasihan Allah. Dari dirinya sendiri ia tidak mampu untuk mencukupi kebutuhannya, juga kebutuhan akan keselamatan.

Santo Yohanes Maria Viani (1786-1859), seorang pastor, gembala umat yang sederhana dan suci asal Perancis, mengamini dan mengimani apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik dalam katekese tentang Allah yang berbelas kasih. Itulah sebabnya dia sendiri kemudian juga berani menyapa manusia, sesama ciptaan Tuhan, dengan berkata, “O manusia, engkaulah ciptaan yang miskin, yang harus meminta segala sesuatu kepada Allah” (Katekismus Populer, hlm. 274).

Saudara-saudari, kekasih Tuhan, manusia dari dirinya adalah ciptaan yang miskin. Bagaimana ia tidak miskin? “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku,” kata Ayub dalam pengakuannya (Ayb 1:21). Ia menjadi kaya hanya karena Kristus, seperti dikatakan oleh Rasul Paulus, “Sebab di dalam Dia kamu telah menjadi kaya dalam segala hal: dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan, sesuai dengan kesaksian tentang Kristus, yang telah diteguhkan di antara kamu. Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam suatu karunia pun sementara kamu menantikan pernyataan Tuhan kita Yesus Kristus” (1Kor 1:5-7).

Para saudara, dua orang buta yang mengikuti Yesus berseru mohon dikasihani karena mereka hidup dalam kekurangan. Kekurangan mereka, mereka tidak bisa melihat dirinya sendiri, apalagi melihat orang lain dan dunia sekitar atau alam ciptaan, termasuk “kebun buah-buahan, kebun subur selebat hutan” (Yes 49:17).

Akan tetapi, berkat iman mereka dan belas kasih Yesus, Yesus memperkaya mereka. Mereka yang sebelumnya tidak bisa melihat akhirnya “meleklah mata mereka” (Mat 9:30). Hati yang remang-remang karena kebutaan kemudian disembuhkan; mata mereka yang buta akhirnya mengalami pencerahan. Mereka mampu melihat arah dan warna kehidupan ini secara penuh dan utuh.

Terbukti, mereka yang selama ini hidupnya berpusat pada diri sendiri, pada kebutaan mereka, setelah diperkaya oleh belas kasihan Yesus akhirnya mereka mampu menjadikan Yesus sebagai pusat hidup mereka. Mereka mampu “keluar” dari diri mereka “dan memasyhurkan Yesus ke seluruh daerah itu” (ay. 31). Semua itu adalah buah dari iman, buah dari hidup karena percaya. Seruan, “Ya Tuhan, kami percaya”, menjadi sebuah seruan hati yang menentukan, menyembuhkan, menggerakkan dan membebaskan.

Saudara-saudara, umat beriman, dari dua orang buta yang telah mengalami belas kasihan Yesus dan telah melek mata mereka itu kita bisa belajar satu hal, yakni belajar percaya. Sebagaimana mereka yang berseru dari kedalaman hati mereka, “Ya Tuhan, kami percaya” (ay. 28b), demikian hendaknya kita.

“Ya Tuhan, kami percaya” adalah sebuah doa yang singkat. Ini adalah sebuah ungkapan iman yang padat. Ini adalah sebuah kredo, sebuah rangkuman dari seluruh nasib hidup, hati, jiwa dan raga, yang kita serukan saat berdoa. Kita membuka diri sebagai pribadi yang tak berdaya namun percaya.

Tidak berdaya namun percaya, adalah bagian kita sebagai manusia beriman. Selanjutnya Tuhan, yang kepada-Nya kita bergantung, berserah dan percaya, akan melakukan bagian-Nya, sebagaimana telah ditunjukkan kepada dua orang buta dalam Injil hari ini.

Semoga mata kita yang bisa melihat, benar-benar bisa melihat dengan iman dan mengantar kita menjadi orang yang berbahagia justru pertama-tama karena kita percaya dan berani berdoa dengan rendah hati, “Ya Tuhan, kami percaya!” 

[RP Agustinus Ari Pawarto, O.Carm]

VIDEO HIGHLIGHT

Sebuah katekese singkat "Merayakan Pertobatan" Oleh Romo Agustinus Ari Pawarto O.Carm