Berita dan Artikel

Pertemuan Kedua Bulan Kitab Suci Nasional 2024

Pertemuan Kedua - Allah Memulihkan Kemuliaan Manusia

Manusia adalah makhluk yang mulia. Kemuliaan manusia datang dari Allah yang menciptakannya sebagai makhluk yang secitra atau segambar dengan-Nya. Akan tetapi, dalam perjalanan hidupnya, kemuliaan manusia ini hilang akibat dosa. Dosa dapat mewujud dalam aneka macam kenyataan yang negatif. Salah satunya adalah ketidakadilan. Ketidakadilan membuat kemuliaan manusia hilang. Supaya kembali kepada martabatnya, manusia harus merebut kembali dan memulihkan kembali kemuliaannya. Untuk itu, manusia beriman harus memohon Allah untuk membantunya dalam memulihkan kemuliaannya yang hilang. Melalui nubuatnya, Nahum mengungkapkan bahwa Allah akan memulihkan kemuliaan manusia sebagaimana Ia memulihkan kemuliaan Yakub, seperti kemuliaan Israel (Nah. 2:1-2).

Bacaan (Nahum 2:1-2)

1 Pendobrak maju terhadap engkau; jagalah benteng, awasilah jalan, ikatlah pinggangmu kuat-kuat, kumpulkanlah segala kekuatan! 2 Sesungguhnya, TUHAN akan memulihkan kemuliaan Yakub, seperti kemuliaan Israel; sebab para perampas telah merampasnya dan membinasakan carang-carangnya.

Pengantar Penafsiran Bacaan

Kenyataan bahwa pada akhirnya Niniwe sebagai pusat kehidupan Kekaisaran Asyur jatuh menjadi suatu bukti nyata bahwa Allah mendengarkan pengharapan Yehuda yang sedang dalam kesulitan. Allah tidak membiarkan umat-Nya berada dalam kuk penderitaan. Allah bertindak menghancurkan musuh yang menyulitkan kehidupan umat-Nya. Kenyataan itu sekaligus menunjukkan bahwa Allah berkehendak memulihkan kemuliaan manusia. Kemuliaan manusia rusak akibat dosa.Dosa itu dapat tumbuh dan berkembang baik dari dalam diri manusia, maupun dari luar dirinya. Saat bertumbuh dan berkembang dosa berpotensi merendahkan martabat manusia sehingga dapat kehilangan kemuliaannya sebagai ciptaan Allah paling luhur. Nabi Nahum menangkap potensi negatif itu. Oleh karena itu, dia menyerukan nubuat tentang Allah yang berkehendak kuat memulihkan kemuliaan manusia (Nah. 2:1-2).

Pendalaman Penafsiran Bacaan

Kekuatan manusia terbatas dan bahkan lemah. Akibatnya, saat musuh yang datang menyerang lebih kuat, manusia seringkali tidak dapat bertahan. Pada akhirnya, manusia harus menyerah kalah. Satu-satunya yang dapat mengalahkan musuh yang kuat adalah TUHAN, Allah Israel (Nah. 2:2a). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Nahum menggunakan penggambaran Allah Israel sebagai Dewa Perang (Nah. 1:9,14; 2:13; 3:5-6). Sebagai Dewa Perang, Allah Israel menyelamatkan umat-Nya dengan menurunkan semua senjata yang dikaitkan dengan imajinasi populer. Antara lain, puting-beliung, badai, dan gunung-gunung batu yang roboh (Nah. 1:3b-6). Gambaran meluluhlantakkan kekuatan-kekuatan besar itu menjadi cara untuk menghidupkan kembali semangat mereka sekaligus mendorong mereka untuk memiliki kepercayaan diri dalam merebut kemenangan dalam melawan musuh, terutama di saat kesulitan dan keputusasaan. 

Nabi Nahum yakin bahwa Allah menepati janji-janji yang dirancang untuk orang-orang yang percaya kepada-Nya (Nah. 2:2). Keyakinan kepada janji Allah yang dimiliki Nahum sudah menjadi semacam bagian yang tidak dapat dilepaskan dari dirinya. Alasannya, nama Nahum sendiri memuat makna keyakinan akan pengharapan. Kata ‘Nahum’ berasal dari akar bahasa Ibrani ‘nḥm’. Maknanya, ‘melipur’ atau ‘menghibur’. Dua makna ini dapat memberi keterangan bahwa ‘Nahum’ memiliki makna ‘si pelipur’ atau ‘si penghibur’. Dari situ dapat juga dipahami makna nama Nahum sebagai ‘orang yang dapat menghibur’. Oleh karena makna namanya itu, nubuat-nubuat Nahum tidak dapat lepas dari pesan pelipuran dan penghiburan yang merupakan harapan umat beriman. Terkait ‘melipur’ atau ‘menghibur’ ini, pesan pengharapan sebenarnya sudah nampak sejak awal kitab. Nubuat-nubuat Nahum membangkitkan semangat seperti kata-kata seorang penyair, tetapi sekaligus melemparkan kata-kata keras yang menyakitkan sebagaimana kata-kata para nabi.

Pesan pengharapan yang dibawa Nahum tampak pada ungkapan ‘TUHAN akan memulihkan kemuliaan Yakub, seperti kemuliaan Israel’. Pembaca yang jeli langsung menangkap bahwa sebenarnya dua nama itu menunjuk pada satu sosok. Yakub juga sering disebut Israel. Dalam hal ini, Yakub menunjuk nama diri seorang yang belum bersama Allah. Sedangkan Israel menunjuk nama diri orang yang sama setelah ia disertai Allah. Dalam Bahasa Ibrani, ‘Yakub’ bermakna ‘cerdik’. Dengan kecerdikannya, Yakub telah melakukan sejumlah tipu muslihat. Sejak dalam kandungan ibunya, dia telah berseteru dengan kakaknya, Esau. Perseteruan itu berlanjut saat mereka lahir. Dengan tipu muslihatnya, Yakub berhasil memperdaya Esau dan mencuri hak kesulungan. Selain itu, Yakub juga pernah menipu Laban (Kej. 30:25-43). 

Sifat manusia yang penuh tipu daya ini tentu tidak menunjukkan dirinya sebagai makhluk mulia ciptaan Allah. Sifat ‘cerdik’ yang mengarah kepada licik yang dimiliki Yakub itu terhenti saat pada suatu malam ia mengalami peristiwa yang mengubah hidupnya. Ia bertemu dan bergelut dengan seorang asing sampai fajar tiba. Orang asing itu berhasil memukul sendi pangkal pahanya sehingga terpelecok. Akan tetapi, Yakub berhasil memegang orang asing itu. Yakub tidak membiarkan orang asing itu pergi sebelum ia memberkati dirinya. Ternyata orang asing itu adalah Allah. Allah lantas memberkati Yakub. Lebih dari itu, Allah juga mengganti nama Yakub menjadi Israel. Maknanya, yang bergumul melawan Allah dan manusia. Berkat inilah yang mengubah kemuliaan Yakub menjadi kemuliaan Israel. Dengan kata lain, kemuliaan manusia dipulihkan dengan berkat dari Allah.

Pesan dan Penerapan

Tuntutan memulihkan keadilan harus disertai dengan kemampuan manusia dalam mengatasi kelemahannya, termasuk kelemahan manusiawi yang mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Dengan mengatasi kelemahannya di satu sisi manusia beriman mewujudkan kembali keadilan. Di sisi lain, ia sekaligus memulihkan kemuliaannya dengan bantuan rahmat dan berkat Allah. Salah satu sikap sekaligus tindakan moral yang dianggap melawan keadilan adalah menipu. Secara umum, tindakan menipu termasuk dalam pelanggaran atas sepuluh perintah Allah. Jelas sekali bahwa saat memanggil seluruh orang Israel berkumpul untuk memaparkan kesepuluh firman, disampaikan secara tegas larangan mengucapkan saksi dusta tentang sesama manusia (Ul. 5:21). Larangan itu menjadi hukum yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.

Yakub melakukan tipu daya untuk memenuhi hasrat manusiawinya. Tindakan menipu yang dilakukan Yakub ini dimulai sejak dalam rahim ibundanya, Ribka. Tindakan menipu yang dilakukan Yakub muncul akibat persaingan antara dirinya dan kakak kembarnya yang bernama Esau. Persaingan ini sudah digambarkan dalam kisah pertama tentang mereka (Kej. 25:19-28). Saat masih dalam rahim ibunya, mereka sudah bertolak-tolakan. Sikap bertolak-tolakan ini seperti bahkan sudah dinubuatkan. Menurut nubuat itu (Kej. 25:23) akan ada konflik yang berkepanjangan antara mereka berdua. Yang bungsu akan menjadi nomor satu. Ramalan itu menjadi kenyataan dengan keluarnya Yakub dari rahim ibundanya dengan memegang tumit Esau, seakan-akan ia ingin mendahului kakaknya. Akan tetapi, tindakan curangnya itu belum berhasil. Guna memaknai perilaku awal Yakub yang kurang lazim ini, nama Yakub dikaitkan dengan kata Ibrani ‘ākēb yang berarti tumit.

Awal kehidupan Yakub yang sudah dimulai dengan tindakan yang melawan keadilan itu semakin terungkap jelas dalam Kej. 27. Secara keseluruhan, bab ini menjadi paparan kisah penipuan Yakub, bahkan penipuan paling kasar karena melibatkan Ishak, sang ayah yang sudah tua dan buta, sekaligus menyangkut hal yang paling penting bagi masyarakat pada waktu itu, yaitu kedudukan sebagai pemimpin keluarga besar dan mengikutsertakan ‘Tuhan’ guna menghilangkan curiga Ishak (Kej. 27:20). Kedudukan itu diperoleh dengan adanya ‘berkat’ yang diberikan Ishak kepada Yakub. Padahal, seharusnya ‘berkat’ itu diterima Esau sebagai anak sulung.

Akan tetapi, dalam kisah tipu-menipu yang dilakukan Yakub terhadap Ishak dan Esau itu, muncul juga gagasan tentang ‘berkat’. Gagasan ini sangatlah penting dalam kisah Bapa Bangsa. Gagasan itu penting bukan hanya dalam kisah Abraham, melainkan juga dalam kisah bapa-bapa bangsa berikutnya. Biasanya berkat dikaitkan erat-erat dengan Allah sebagai yang melaksanakan dan memberikan berkat. Akan tetapi, dalam teks Kej. 27 ini terdapat unsur-unsur yang lebih tua, yang membuat orang berpikir tentang suatu kata atau satu rumus yang penuh kuasa. Walaupun kata Allah dipakai dalam teks Kej. 27:28, tetapi dari seluruh pembicaraan antara Ishak dan Esau timbul kesan bahwa Ishak pun tak dapat mengoreksi kesalahannya dalam memberi ‘berkat’. Dengan kata lain, ‘berkat’ itu tetap efektif bekerja meskipun telah diberikan kepada orang yang salah, bahkan kepada orang yang memperolehnya dengan penipuan. 

Walaupun tampak ada unsur negatif karena berkat turun pada peristiwa tipu-menipu yang melawan keadilan, berkat itu tetap positif karena dapat tetap efektif bekerja dalam kondisi yang mempromosikan ketidakadilan. Dengan kata lain, peristiwa tipu-menipu yang melibatkan Yakub sebagai pemeran utama dan Ishak serta Esau sebagai korbannya, berkat Allah tetap bekerja secara efektif untuk mengatasi kondisi ketidakadilan. Berkat Allah berhasil memulihkan kembali keturunan Abraham sebagai keturunan yang terberkati. Berkat itu terus bekerja secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk memberi jaminan terselenggaranya kondisi adil yang pada gilirannya memulihkan kemuliaan manusia. Jaminan itu tampak pada perjalanan hidup berikutnya dari Yakub. Yakub yang gemar menipu itu akhirnya memperoleh pemulihan kemuliaannya sebagai manusia saat bergelut dengan seseorang yang ternyata adalah Allah sendiri dari malam sampai menjelang fajar.

Pertanyaan Pendalaman

  1. Sejauh mana muncul kesadaran bahwa Allah sungguh-sungguh memulihkan kemuliaan manusia?
  2. Apa yang membuat umat beriman kehilangan martabat kemuliaannya sebagai ciptaan Allah yang paling sempurna?
  3. Bagaimana upaya manusiawi yang dilakukan untuk memulihkan kemuliaan manusia yang hilang akibat terjadinya penderitaan dan ketidakadilan?

Materi Lembar Tayang

Materi Pertemuan Lainnya

  1. Pendahuluan (Klik Disini)
  2. Pertemuan Pertama (Klik Disini)
  3. Pertemuan Ketiga (Klik Disini)
  4. Pertemuan Keempat (Klik Disini)