Pertemuan Ketiga - Menjadi Manusia Yang Benar Supaya Tidak Mengalami Hukuman
Manusia seringkali merasa bahwa hidupnya senantiasa berada dalam kondisi sulit. Saat mengalaminya, manusia kerap merasa bahwa ia terperangkap dalam hukuman. Hukuman itu diyakini terjadi karena manusia tidak melakukan tindakan yang benar. Nubuat Habakuk membantu orang beriman untuk mengenali gagasan ‘orang benar’. Dengan mengenali dan memahaminya, orang beriman akan sampai pada suatu kehidupan yang dilandasi oleh imannya (Hab. 2:1-5). Guna mendapatkan pemaknaan yang tepat atas ide ‘orang benar’, Rasul Paulus memberi bantuan dengan permenungannya atas nubuat Habakuk itu dalam pewartaannya tentang “orang benar akan hidup oleh iman” (Rm. 1:17).
Bacaan (Habakuk 2:1-5)
Aku akan berdiri di tempat penjagaanku dan bertahan di menara; aku akan meninjau untuk melihat apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya terhadap pengaduanku. 2 TUHAN menjawab aku, kata-Nya, “Tuliskanlah penglihatan ini dan ukirkanlah itu pada loh-loh batu, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. 3 Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi dengan segera menuju kesudahannya, dan bukan tipuan. Meskipun lambat, nantikanlah itu, sebab hal itu pasti akan datang dan tidak akan tertunda. 4 Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada tidak lurus hatinya, tetapi orang benar akan hidup oleh percayanya. 5 Sungguh, kekayaan itu berkhianat; orang yang sombong tidak akan berdiam diri. Ia mengangakan mulutnya seperti dunia orang mati dan tidak kenyang-kenyang seperti maut. Segala suku bangsa dikumpulkannya dan segala bangsa dihimpunnya.”
Pengantar Penafsiran Bacaan
Nubuat Habakuk bahwa orang benar akan hidup oleh percayanya (Hab. 2:4b) bergaung dalam pewartaan Paulus (Rm. 1:17). Dalam pewartaannya, Paulus bermaksud menarik makna asali dari istilah ‘percaya’ dari nubuat Habakuk. Setelah memperoleh makna asali itu, Paulus menerapkannya dalam situasi hidup orang beriman akan Kristus. Dengan mengikuti permenungan Paulus atas nubuat Habakuk itu, orang beriman akan sampai pada rumusan iman orang benar dalam kekristenan, yaitu kualitas personal yang mencakup kredibilitas, keadilan, ketegasan, dan kesetiaan dalam melaksanakan kehendak Allah.
Pendalaman Penafsiran Bacaan
Teks Hab. 2:4b dapat dipahami seturut sikap pasrah yang ditunjukkan Ayub. “Apakah kekuatanku, sehingga aku sanggup bertahan, apakah masa depanku, sehingga aku harus bersabar?” (Ayb. 6:11). Dengan menggunakan latar belakang sikap pasrah Ayub ini, ungkapan ‘orang yang membusungkan dada tidak lurus hatinya’ (Hab. 2:4a) dapat bermakna ‘orang yang tidak sabar dalam pengharapan’. Dasar penggunaan konteks Ayub itu adalah kesamaan tema ‘keadilan Allah’ dalam teks Habakuk ini dengan tema yang sama dalam Ayub, Mazmur, dan Pengkotbah.
Dari sudut pandang ini ‘orang yang tidak sabar dalam pengharapan’ berlawanan dengan ‘orang yang benar’ (Hab. 2:4b). Dengan demikian ada dua macam orang dengan sikap yang berlawanan dalam menghadapi janji dan rencana Allah terkait masa depan. Pertama, orang yang tidak sabar dalam pengharapan. Kedua, orang yang tetap teguh dalam berpengharapan. Orang kedua ini menunjukkan kesetiaannya kepada Allah sekaligus percaya pada Sabda-Nya.
Oleh karena menempati posisi yang penting dalam pemaknaan teks secara keseluruhan, kata ‘percaya’ harus mendapat perhatian khusus. Kitab Suci TB 2 menerjemahkan istilah Ibrani ’emûnāh dengan kata ‘percaya’. Istilah itu juga sebetulnya memiliki sejumlah makna. Antara lain, ketegasan, ketergantungan, kesetiaan, kejujuran, atau tugas resmi. Konteks teks Hab. 2:1-5 menjelaskan makna ‘kesetiaan’. Pertama, kesetiaan Allah (Hab. 2:1). Kedua, kesetiaan yang mengacu pada penglihatan (Hab. 2:3). Ketiga, kesetiaan orang benar (Hab. 2:4) untuk berpegang teguh kepada Allah bahkan ketika tidak bisa memahami tindakan-Nya dan ketika Dia tampaknya tidak bertindak sama sekali.
Kesesatan dilawankan dengan kejujuran, kesetiaan, dan integritas karena bangsa Yahudi senantiasa berpikir praktis. Mereka tidak memiliki ungkapan iman dalam makna abstrak. Mereka senantiasa memaknai gagasan atau ide-ide abstrak ke dalam wujud yang konkret dan praktis yang ditemukan dan dialami dalam kehidupan konkret. Bagi mereka, iman atau kepercayaan adalah wujud konkret dari keadilan. Iman adalah ranah keadilan yang melibatkan ‘orang benar atau orang lurus’ dengan semua konteks hidupnya. Konteks hidup itu mencakup keluarga, relasi sosial-politik, dan kepercayaan (iman) kepada Allah yang menjamin kelangsunghidupnya. Dengan kata lain, jaminan kehidupan orang benar senantiasa berdasar pada Allah yang menjadi andalan hidup mereka.
Keprihatinan mendasar nubuat Nabi Habakuk adalah perjuangan melawan ketidakadilan. Dalam sejumlah kesempatan yang beragam (Hab. 1:4.13; 2:4), Habakuk secara konsisten menentang ketidakadilan yang menimpa orang-orang yang tertindas. Seiring dengan itu, Habakuk memperjuangkan nasib mereka. Wujud perjuangan Habakuk adalah ratapan dan keluhannya yang ditujukan kepada Allah.
2 Berapa lama lagi, ya TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar; Aku berseru kepada-Mu, “Kekerasan!” tetapi tidak Kautolong? 3 Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, dan memandangi saja kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian menjadi-jadi. 4 Itulah sebabnya hukum tak lagi berdaya dan keadilan tidak pernah ditegakkan. Sungguh, orang fasik mengepung orang benar, itulah sebabnya keadilan diputarbalikkan (Hab. 1:2-4).
Dalam ratapannya itu Habakuk mengungkapkan kesedihannya atas situasi yang terjadi. Ia meragukan bahwa situasi buruk itu dapat berakhir dengan segera (Hab. 1:12-13). Sebagai tanggapannya, Allah menjawab bahwa saat pembalasan sudah dekat. Saat itu akan tiba tanpa penundaan (Hab. 2:1-5).
Pesan dan Penerapan
Meskipun nampak seolah-olah tidak peduli, sebenarnya Allah menyelamatkan mereka yang sepenuhnya bergantung kepada-Nya dan yang tidak memperhitungkan kekuatan atau kemampuannya sendiri (Hab. 2:4a, 5). Tema semacam ini sangat disukai para nabi terdahulu. Antara lain, Zefanya, Nahum, dan secara khusus Yesaya. Mereka sangat menganjurkan kebijakan iman yang semata-mata didasarkan pada perjanjian antara Allah dengan manusia.
Seperti halnya dalam kitab nubuat Nahum, dalam kitab nubuat Habakuk desakan untuk percaya pada Yahweh disertai dengan doa seperti kidung pujian yang menyoroti kenyataan yang tak terbantahkan, yaitu kedaulatan Allah atas kekuatan alam. Kenyataan ini harus membuat orang beriman mengerti bahwa Allah mampu melakukan intervensi bahkan dalam urusan manusia dengan kebebasan dan kekuatan serupa yang mewujud nyata dalam dominasi badai dan dalam pergantian musim (Hab. 3:3-6). Penegasan Habakuk bahwa Allah memberikan keselamatan kepada mereka yang mempercayai-Nya bergaung dengan sangat kuat sekaligus menunjukkan pengaruhnya yang meluas kepada segenap umat manusia.
Penjelasan Rasul Paulus dapat membantu untuk semakin memahami makna ‘orang benar akan hidup oleh percayanya’. Paulus memaknai istilah ‘percaya’ dalam teks Hab. 2:4b sebagai ‘iman’. “Sebab, di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis, ‘Orang benar akan hidup oleh iman’” (Rm. 1:17). Pada teks itu dua kali Paulus menyebut ‘percaya’ sebagai ‘iman’.
Selain itu, Paulus juga melepaskan kata ganti kepunyaan ‘nya’ dari iman. Dilepaskannya kata ganti kepunyaan itu supaya semakin jelas bahwa keselamatan berdasarkan iman dalam makna dasarnya, bukan iman berdasarkan iman milik orang-orang tertentu saja. Dengan kata lain, Paulus menegaskan bahwa kesetiaan Allah dan iman orang benar adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling mengait erat. Bagi Paulus, hidup sebagai orang benar adalah hidup berdasarkan iman yang ditemukan dalam Injil dan bukan hanya dalam kehidupan komunitas manusiawi.
Menurut Paulus, iman itu mengarah kepada penghayatan iman Kristen yang benar, yaitu kualitas personal yang mencakup kredibilitas, keadilan, ketegasan, dan kesetiaan dalam melakukan kebenaran guna memenuhi kehendak Allah. Dengan kata lain, menjadi manusia yang benar adalah menjadi manusia yang memiliki kredibilitas, keadilan, ketegasan, dan kesetiaan dalam melaksanakan dan memenuhi kehendak Allah. Dengan ide tentang iman sebagai kualitas personal yang berpartisipasi erat dengan Injil, Paulus bermaksud mengoreksi pemahaman iman yang muncul dari tradisi sinagoga Yahudi. Menurut tradisi itu, berdasarkan Taurat yang mereka pahami, iman adalah upaya manusia untuk mengumpulkan dan menumpuk pahala dalam aneka tindak kebaijkan, supaya Allah menganugerahkan kemakmuran hidup sebagai balasannya.
Pandangan tradisi Yahudi itu tidak sama dengan pandangan Paulus. Bagi Paulus, manusia tidak dapat menuntut haknya ke hadapan Allah dengan alasan bahwa dirinya telah melaksanakan aneka macam kebajikan manusiawi yang disebutnya sebagai iman itu. Keadilan adalah hak Allah. Dengan kata lain, kebajikan Allah adalah keadilan bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Dari sudut pandang Kristiani, secara konkret iman itu mewujud dalam iman akan Yesus yang bersengsara, wafat, dan bangkit untuk menebus dosa manusia.
Dalam tindakan penyelamatan yang dilaksanakan-Nya, Yesus menunjukkan kualitas personal dalam wujud kredibilitas, keadilan, ketegasan, dan kesetiaan melaksanakan kehendak Allah. Hanya dengan memiliki dan menggunakan kualitas personal semacam itu ‘orang benar itu akan hidup’ (Hab. 2:4b). Dalam hal ini, hidup yang dimaksudkan bukan sekadar bertahan hidup secara fisik di saat terjadi krisis, kesulitan, atau ketidakadilan, melainkan hidup dalam hubungan yang benar dengan Allah dalam diri Yesus Kristus. Iman yang benar adalah iman yang tekun-setia bertahan, bahkan dalam periode krisis, sebagai suatu kepenuhan hidup orang beriman yang benar.
Pertanyaan Pendalaman
- Sejauh mana muncul kesadaran bahwa dengan menjadi manusia yang benar umat beriman tidak akan mengalami hukuman?
- Kondisi-kondisi seperti apa yang membuat manusia menjauh dari sebutan sebagai orang benar?
- Bagaimana upaya manusiawi yang dilakukan untuk membangun disposisi batin atau sikap iman yang tekun-setia bertahan supaya dapat menjadi manusia yang benar?
Materi Lembar Tayang
Materi Pertemuan Lainnya
- Pendahuluan (Klik Disini)
- Pertemuan Pertama (Klik Disini)
- Pertemuan Kedua (Klik Disini)
- Pertemuan Keempat (Klik Disini)